MEMORI

Kenapa orang-orang suka warna hitam dan putih? Mungkin, hal ini memberi kesan bahwa hal tersebut adalah hal yang terkenang dan dikenang. Kadang, di saat dunia di sekeliling bergerak begitu cepat, bahkan rasanya tak cukup kedipan mata kita untuk merekam semuanya. Kita hanya perlu waktu untuk berhenti sejenak. Tidak perlu hanya pada momen yang spesial saja. Karena, keistimewaan dari sebuah momen kadang datang dari waktu yang biasa saja. Namun, semuanya bisa jadi begitu indah. Tergantung kapan batin kita mau diam sejenak, untuk memberi ruang pada hati untuk meresapi, merekam, dan mengenang semuanya. Dan dalam hati kita berwarna hitam putih. Hitam putih yang menawan.

Beberapa waktu yang lalu, saya datang ke suatu pernikahan, dimana janji disumpahkan, jalin diikatkan, dan ikrar disematkan. Tempatnya tidak begitu luas, lebih tepatnya hanya seperti bangunan pendopo yang besar dan memiliki taman yang luas di belakang. Pernikahan ini mengusung tema semacam garden party. Saya merasa senang bisa ikut merasakan suasananya. Kadang saya bertanya-tanya, kenapa jarang sekali orang Indonesia yang mengadakan pernikahan seperti ini? Apakah kita terlalu terikat pada budaya kita yang mengundang tamu superbanyak, diadakan di gedung berlangit-langit tinggi, dengan desain pelaminan yang dipenuhi dengan cahaya dan bunga-bunga? Saya pribadi lebih suka suasana seperti ini. Didesain dengan sederhana, namun indah. Seperti ingin memberi kesan tertentu.

Tak perlu dekorasi yang kelewat indah, karena yang terindah dari hari ini adalah janji suci kita. Tak perlulah ada hal yang menandinginya, karena ikrar kita takkan tersaingi. Sehidup, semati.

 



Tak lama prosesi akad nikah dimulai, saya mendapatkan jawabannya. Matahari bersinar dengan gagahnya. Ibu-ibu yang biasa membawa kipas ke kondangan kini mendapati bahwa kipas yang tadinya hanya digunakan untuk aksesoris itu kini berguna. Keringat bercucuran. Terutama semua yang memakai baju kebaya di tengah siang bolong. Tidak lama berselang, saat prosesi akad nikah hampir selesai, mulai terasa rintik hujan yang turun. Proses penandatanganan buku nikah dilakukan dengan agak tergesa-gesa. Bahkan, kedua mempelai pun sampai tidak sempat foto banyak-banyak setelah menandatanganinya, karena hujan mulai turun cukup deras saat itu. Pada pendopo yang tidak luas tersebut, para tamu berjejalan. Kursi-kursi yang ada di taman disingkirkan, sementara gubukan makanan yang berlokasi di sekitar taman hanya pasrah ditutupi dengan plastik besar agar tidak terkena air hujan. Ya, selamat datang di negara tropis. Pupuslah keinginan para remaja Indonesia untuk menggelar pernikahan macam Edward Cullen-Bella Swan. Di tengah hutan, temaram, sakral. Di negara kita? Hutan lembab bikin berkeringat, tinggal tunggu sebentar, lalu hujan mengguyur. Gagal.

Walau suasana sempat sedikit kacau karena hujan yang mengguyur tidak sebentar, sementara harusnya setelah prosesi akad nikah langsung dilanjutkan dengan resepsi di tempat yang sama, pada akhirnya, hari itu tetap indah bagi saya. Walau tanah berumputnya menjadi becek setelah hujan, tapi hal tersebut dalam suatu kesan tertentu membuat suasana menjadi lebih hidup. Walau becek, orang-orang tetap ‘turun’ ke rerumputan, demi berfoto dengan kedua mempelai, dan juga menunggu prosesi lempar bunga yang banyak ditunggu oleh para jomblo dan juga pasangan yang ingin cepat menikah. Ini bahkan tidak seperti pernikahan pada umumnya, tapi suasananya sangat hangat. Semua nampak dekat, bahagia, tidak tergariskan jarak antara panggung pelaminan dan tamu.

Kami tidak perlu kemewahan. Perjalanan ini kami mulai dengan sederhana, yang mewah kini sudah terpatri dalam hati. Dan kami ingin membaginya dengan kalian.


Ini adalah foto kedua mempelai. Sengaja saya potret menggunakan ponsel saya dengan filter hitam-putih. Saya ingin merekam kebahagiaan mereka, dan memberikan kesan bahwa ini adalah kenangan yang begitu indah, Memang indah, kan? Lihat betapa bahagianya wajah mereka (Sengaja saya tidak menyebut nama ataupun hubungan kekerabatannya dengan saya di tulisan ini, karena saya murni ingin membuat tulisan tentang suasananya tanpa harus membawa-bawa orang yang bersangkutan)

Sore mulai menjelang. Lampu-lampu kecil yang bergelantungan melintasi udara di atas taman tersebut mulai menyala, menambah keindahan tempat itu. Warna putih yang mendominasi, bunga-bunga yang tersusun sedemikian rupa sehingga menambah estetika dekorasi tanpa berlebihan, dan alunan lagu yang bahkan tidak memutarkan lagu-lagu cinta yang sedang pasaran, hanya lagu-lagu lama dengan melodi yang indah. Semua itu menciptakan seutas senyum pada wajah saya sepanjang saya berada di tempat itu. Dan seolah ingin menggenapi itu semua, saat acara sudah berakhir, dan kedua mempelai sedang mengambil foto di taman, bagian bawah gaun putih sang mempelai wanita kini berwarna coklat, terkena becek tanah dari tempat ia berdiri sedari tadi.

Dan dia tidak peduli.

Itu momen terindah bagi saya.


Comments